Tuntutan Buni Dikaitkan Ahok, Hakim Diminta Tetap Objektif


Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo menyebut tuntutan dua tahun terhadap Buni Yani terkait dengan vonis dua tahun penjara Basuki T Purnama (Ahok). Guru besar pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, meminta hakim tetap objektif.

"Pengacara (menyebut tuntutan Buni Yani balas dendam) itu pandangan subjektif, membela kliennya sehingga sah-sah saja. Makanya hakim harus objektif, nggak boleh terpengaruh," kata Hibnu saat berbincang via telepon, Rabu (11/10/2017) malam.

Hibnu mengatakan, dalam hukum pidana, tidak ada yang disebut asas keseimbangan. Menurutnya, setiap kasus hukum selalu memiliki subjektivitas sendiri-sendiri.

"Nggak ada (asas keseimbangan), kasus itu ya mungkin terkait, tapi ada dalam hukum pidana subjektivitasnya sendiri-sendiri, jadi ada pertanggungjawaban pribadi, individualisasi pidana istilahnya," jelasnya.

Hibnu pun menilai apa yang dilakukan Buni Yani dan Ahok bisa jadi dinilai mirip karena sama-sama melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun masing-masing memiliki subjek dan pertanggungjawaban yang berbeda.

"Mungkin apa yang dilakukan Pak Bun tentang UU ITE, Ahok dengan ITE mungkin seperti itu. Tapi subjek hukumnya kan beda. Ada kemiripan kasus tapi pertanggungjawabannya tetap individualisasi. Ada kemiripan tapi sebab-akibatnya beda, jadi case-nya berbeda. Dalam hukum namanya individualisasi pidana," urainya.

Sebelumnya, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10), Jaksa Agung M Prasetyo menyebut besarnya tuntutan terhadap Buni Yani itu tak terlepas dari kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam pernyataannya, Jaksa Agung juga mengatakan kasus Buni Yani tak bisa dilepaskan dari kasus Ahok.

Ahok dipenjara 2 tahun akibat ucapannya di Pulau Pramuka tentang satu ayat dalam Surat Al-Maidah. Ucapan Ahok itu diviralkan Buni Yani melalui akun Facebook miliknya yang kemudian menjadi polemik besar. Menurut Jaksa Agung, ketika terdakwa kasus lain sebelumnya diputus hakim dengan dua tahun segera masuk, itu pulalah yang jadi pertimbangan jaksa bahwa harus ada keseimbangan.

Sementara itu, penasihat hukum Buni Yani menyebut pernyataan Jaksa Agung sebagai blunder yang menguntungkan Buni Yani. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara menolak semua kesimpulan jaksa pentuntut umum (JPU) yang pada saat itu ngotot mengaitkan dan melebarkan kasus Ahok dengan Buni Yani. Padahal saat itu posisi JPU seharusnya berseberangan dengan terdakwa.


Ayo bermain di SBOBET
depo RP.1.000.000, dapatnya RP.1.500.000
depo RP.500.000, dapatnya RP.650.000
depo RP.100.000, dapatnya RP.125.000